8 Mangkuk persembahan di altar
Membuat persembahan adalah bagian dari praktek ajaran Buddha, dan persembahan tertentu yang nyata pada setiap kuil dilakukan dalam cara tradisional. Namun, persembahan ini jauh lebih dari sekedar sistem ritual dan bentuk belaka, semuanya adalah perluasan semangat dari komitmen untuk melayani semua makhluk.
Membuat persembahan adalah penangkal pola kemelekatan dan keserakahan. Terdapat aspek material persembahan, dimana seseorang mempersembahkan kepemilikannya yang sangat berharga. Atau seseorang secara simbolik mempersembahkan totalitas kepemilikannya dengan berpikir mengenai kebaikan untuk semua makhluk, bahwa kekurangan lahiriah semua makhluk dapat diperbaiki dan kesempurnaan kemurahan hati mereka dapat bersemayam. Secara umum, persembahan pada altar dalam satu set terdapat delapan, di delapan cawan/mangkuk, dan terdapat makna khusus pada kedelapan persembahan tersebut.
Air Minum
Persembahan pertama adalah air minum murni. Hal ini dipersembahkan dengan berpikir bahwa manfaat apapun yang dapat terakumulasi, saat ini, membawa musnahnya penderitaan rasa haus para makhluk. Terutama, makhluk di alam preta atau setan kelaparan, semoga menerima kelegaan atas derita kehausan. Persembahan ini juga dihaturkan agar pada akhirnya semua makhluk dapat tercerap oleh kebaikan hati dan belas kasih.
Air Mandi
Air mandi dan minum dipersembahkan kepada tubuh Buddha, bukan karena mereka haus atau butuh dibersihkan, namun karena dengan menghaturkan persembahan tersebut pada obyek perlindungan, manfaat yang optimal dapat diperoleh untuk membawa pemurnian fisik dan pembersihan tubuh kita, yang merupakan subyek negativitas dan sangat rapuh. Persembahan ini juga dibuat untuk menghancurkan berbagai halangan yang menganggu meditasi, hambatan pemahaman Dharma dan untuk mempurifikasi seluruh gangguan latihan Dharma.
Bunga
Persembahan ketiga adalah persembahan bunga kepada Yang Sadar [Para Buddha] untuk memperindah lingkungan sekitar, kendati pemberian bunga tersebut tidak benar-benar diperlukan di alam kesempurnaan [tanah suci] Para Buddha. Sekali lagi itu adalah untuk manfaat bagi pemberi persembahan, dan dihaturkan dengan maksud semua makhluk dapat menemukan bentuk kehidupan [tubuh] yang berharga, dan pada akhirnya, semua makhluk dapat mewujud dalam bentuk dengan tanda-tanda dan atribut-atribut pencerahan, yang sama halnya dengan Yang Sadar [Buddha].
Dupa
Dupa atau wewangian terbaik yang dipersembahkan bukanlah karena Para Buddha dan Bodhisatva membutuhkan bantuan untuk menyingkirkan bau tak sedap apapun. Sebaliknya, dupa jika dipersembahkan, maka dapat memusnahkan semua bau yang tidak sedap dan tidak sehat, serta, pada akhirnya, akumulasi kebajikan dapat membawa realisasi kesempurnaan dari keharuman disiplin [moral] yang mendalam. Dikatakan bahwa siapapun yang telah menyempurnakan disiplin [moral] akan diselimuti aroma yang menyenangkan disekitarnya.
Cahaya
Persembahan kelima adalah persembahan pelita. Yang Sadar [Buddha], melihat melalui mata kebijaksanaannya, tidak diperlukan penerangan semacam pelita kecil, namun persembahan pelita dibuat dengan pengertian bahwa ketidak tahuan [kegelapan batin] semua makhluk dapat dimurnikan. Pada akhirnya, kebajikan dari persembahan pelita dapat menjadi sebab pengetahuan dan pengalaman transedental menjadi nyata dalam diri semua makhluk seperti halnya pada Para Buddha dan orang-orang yang tercerahkan.
Parfum
Tentu saja, tubuh cahaya dan sempurna dari Yang Sadar [ Buddha] tidak benar-benar membutuhkan sebuah parfum biasa dalam pengalaman kesempurnaan spontannya, tapi kita membuat persembahan sehingga seluruh hal-hal negatif termurnikan, sebagaimana sikap ketamakan, kebodohan dan kemelekatan, dan pada akhirnya tidak hanya pola-pola kebiasaan para makhluk saja, namun juga lingkungan eksternal menjadi termurnikan dan tersempurnakan.
Makanan
Persembahan yang ketujuh adalah makanan. Yang Sadar [Buddha] tidak memerlukan kenikmatan persembahan makanan materi, tetapi tujuan dari persembahan tersebut dihaturkan pada obyek-obyek perlindungan yang tercerahkan adalah untuk meredakan secara sementara rasa lapar makhluk-makhluk yang menderita kelaparan, dan agar mendapatkan makanan berlimpah. Tujuan terunggulnya, persembahan dihaturkan agar semua makhluk mengalami tahap kesempurnaan meditasi, Samadhi, dan semua makhluk dapat hidup dalam makanan spontan dari meditasi.
Musik
Persembahan kedelapan adalah musik; dengan tujuan di masa mendatang, seseorang akan terlahir dengan suara merdu dan selalu mendengar suara-suara yang menyenangkan, terutama suara Dharma.
Adalah penting seseorang memahami tujuan dan simbolisme persembahan-persembahan ini, dan apakah seseorang hanya mampu mempersembahkan satu mangkuk atau dalam jumlah banyak, point terpenting adalah bagaimana sikap seseorang dalam membuat persembahan terhadap obyek-obyek perlindungan yang tercerahkan, sumber dari semua inspirasi. Persembahan adalah kesempatan untuk mengumpulkan kebajikan yang tak ada habis-habisnya. Seseorang mempersembahkan apa yang terbaik. Semakin tulus persembahan dibuat, seseorang akan semakin menemukan dirinya dikelilingi oleh keadaan yang berlimpah dari apa yang telah dipersembahkan.
Membuat delapan persembahan bukan hanya masalah batasan budaya saja, yang hanya berkaitan pada tradisi atau ritual budaya semata. Jika semua itu cuma tanda saja, maka akan membuang-buang waktu untuk dibahas dalam sesi pengajaran. Tapi hal ini adalah sesuatu yang secara universal penting dan kaya makna.
Melalui telaah, Anda mungkin menemukan bahwa diri anda menghaturkan persembahan selain untuk alasan-alasan yang telah disebutkan. Mungkin itu adalah hal eksotik untuk dilakukan, atau anda melakukannya karena orang lain juga melakukannya, atau dari rasa iri atau persaingan, tapi ini bukanlah sikap yang benar. Alih-alih mewujudkan akumulasi jasa yang berkualitas, ide-ide tersebut bisa membawa ke arah sebaliknya, menabur banyak negativitas di masa mendatang.
Ada sebuah kisah tentang seorang Bhiksu Kadampa yang membuat persembahan sederhana. Suatu hari, para donaturnya datang untuk mengunjungi dirinya, sehingga ia bangun lebih awal dan membuat persembahan yang rumit dan terperinci. Ketika selesai, ia melihat persembahannya yang disiapkan dengan penuh susah payah, mengamati hasil karyanya yang sangat indah. Namun, ketika duduk mengamati, ia bertanya pada dirinya sendiri, “Mengapa saya membuat persembahan-persembahan yang rumit pada hari ini, ketika di hari-hari yang lain persembahan-persembahanku sangatlah sederhana?“ Ia menyadari bahwa dikarenakan donaturnya datang maka ia melakukan hal ini. Maka, Ia mengambil segenggam abu perapian dan melemparkannya ke persembahan-persembahannya, yang membuat altarnya sangat berantakan. Ia terduduk dipenuhi penyesalan atas sikap buruknya dan air matanya tak terbendung. Ketika para donaturnya melihat dirinya duduk berlinang air mata dengan altar dan jubah lusuhnya, merasa sangat iba. Para Donatur menanyakan apakah ada pencuri yang datang dan merampas miliknya, dan Sang Bhiksu menjawab, lebih buruk dari pencuri biasa, pencuri yang jauh lebih serius telah datang—pencuri dari kebiasaan negatif merampas diri saya dari kemampuan mengumpulkan kualitas-kualitas bajik yang mendalam.
Intinya adalah seseorang dapat dengan mudah terperosok kedalam jebakan sikap negatif, dan itu sangatlah penting untuk bertanya pada diri Anda sendiri mengapa Anda terlibat dalam hal-hal yang anda lakukan, apa motivasinya. Seseorang menghaturkan persembahan-persembahan bukan untuk alasan-alasan duniawi, namun seseorang memberikan segalanya untuk dapat mengalami pembebasan sempurna baik untuk dirinya sendiri maupun bagi pembebasan makhluk lainnya.
Sumber : http://www.thranguhk.org/buddhism/en_8offerings.html