Roda Doa (Arti dan Penggunaan)

Pangeran William dan istrinya memutar roda doa di Biara Paro Taktsang

Roda doa Buddhis adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tradisi Buddha dan Tibet. Roda doa sebenarnya adalah silinder logam berongga, yang bersulam timbul dengan indah dan dipasang di atas sebuah tangkai. Bagian dalam dari silinder berlubang berisi kertas yang digulirkan atau bahan lain yang penuh dengan mantra cetak atau tulisan tangan. Utamanya digunakan dalam budaya Tibet daripada budaya Buddhisme yang lainnya, roda doa Buddhis digunakan sebagai bantuan untuk meditasi dan sebagai sarana untuk mengumpulkan kebijaksanaan, karma baik serta sarana menyingkirkan karma buruk dan energi negatif.


Catatan kuno memberi tahu kita bahwa roda doa Buddhis diperkenalkan oleh seorang sarjana Buddhis India yang terkenal, seorang filsuf dan seorang suci; Nagarjuna. Yang Suci Nagarjuna berhubungan dengan munculnya Buddhisme Mahayana selama abad pertama sebelum masehi. Nagarjuna juga terkenal karena sebagai pendiri sekolah Jalan Tengah dari filosofi Buddhisme. Setiap sekolah Buddha yang ada saat ini menerima semua filosofi Buddhisme yang muncul dari aliran filosofi Buddhisme Jalan Tengah, yang didirikan oleh Yang Suci Nagarjuna—seorang guru Buddhis yang sangat dihormati dalam agama Buddha karena belas kasih dan perhatiannya yang tak tertandingi terhadap orang lain, kecerdasan Pangeran William dan istrinya memutar roda doa di Biara Paro Taktsang dan kebaikannya yang sungguh luar biasa. Terlepas dari pengenalan roda doa Buddhis, Nagarjuna dikenang karena kontribusinya dalam ransformasi dalam agama Buddha yang menyebarkan visi Buddhisme Mahayana tentang tanggung jawab universal dan kepedulian sepanjang hidupnya di Asia Tengah dan Timur.


Roda doa Buddhis telah dibuat di Tibet selama berabad-abad, yang sangat bervariasi dalam ukuran dan gaya. Roda doa Buddhis ini berkisar dari roda doa sederhana dan roda doa di atas meja hingga ukuran besar delapan hingga dua belas kaki dan dengan diameter lima hingga enam kaki. Bukan hanya ukuran atau besarnya roda doa yang menentukan jenisnya. Ada banyak jenis roda doa Buddha / Tibet seperti roda Mani (roda doa tangan), roda air (diputar oleh air yang mengalir), roda api (diputar oleh panas pelita atau lampu listrik), roda angin (sejenis roda doa diputar oleh angin), roda doa stasioner dan sebagainya.

Roda doa paling sering dibangun di pinggiran stupa dan Vihara, jumlah roda doa Tibet mungkin berkisar dari beberapa hingga ratusan supaya orang memutarnya ketika mereka berjalan melewati atau ketika mereka memutar di sekitar kuil atau stupa secara searah jarum jam [pradaksina]. Memutar roda doa ini dan melafalkan mantra dianggap sebagai tindakan yang paling bijaksana dan bermanfaat. Sebuah contoh terbaik dari sejumlah besar roda doa pada satu tempat dapat berupa stupa Swayambhunath yang terkenal, di mana banyak roda doa Buddha dipasang di sekitar stupa besar Swayambhunath. Mantra untuk dilafalkan ketika seseorang memutar roda doa Buddhis adalah: “OM MANI PADME HUM” atau “OM MANI PEME HUNG”.


Enam mantra suku kata ini sangat penting dan sakral dalam budaya Buddhisme. Awalnya berasal dari India, mantra ini berpindah dari India ke Tibet saat Buddhisme menyebar. Mantra ini pertama kali dimulai sebagai OM MANI PADME HUM yang dalam bahasa Sansekerta tetapi ketika dipindahkan ke Tibet diucapkan OM MANI PEME HUNG karena orang Tibet kesulitan mengucapkannya dengan benar dalam bahasa Sansekerta.

Meskipun mantra ditafsirkan dalam berbagai cara tergantung pada aliran filsafat Buddha yang berbeda, berikut adalah penjelasan mantra oleh Tsangsar Tulku Rinpoche. Mantra tersebut memiliki enam suku kata dan setiap suku kata mewakili dan memiliki arti tertentu. Ke Enam suku kata mantra yang tertulis di dalam gulungan roda doa Buddha adalah:

OM : adalah pengucapan spiritual Sansekerta dari fondasi Hindu, yang suci dan penting dalam berbagai agama Dharma seperti Hindu, Buddha dan Jainisme. Dalam mantra OM MANI PADME HUM, Om melambangkan Kedermawanan, memurnikan kesombongan / Ego dan suku kata ini sendiri diwakili oleh warna putih dengan simbol istadevata-Kebijaksanaan.


MA : mewakili kemoralan, memurnikan rasa iri / Nafsu kesenangan dan suku kata ini diwakili oleh warna Hijau dengan simbol istadevata—Belas Kasih.


NI : mewakili Kesabaran, memurnikan kemarahan / nafsu keinginan dan suku kata ini diwakili oleh warna Kuning dengan simbol istadevata —Tubuh, ucapan, pikiran, kualitas, dan aktivitas.


PAD : mewakili Ketekunan, memurnikan ketidaktahuan / prasangka dan suku kata ini diwakili oleh warna Biru dengan simbol istadevata—Ketenangan.


ME : mewakili Pelepasan, memurnikan kemiskinan / posesif dan suku kata ini diwakili oleh warna Merah dengan simbol istadevata—kebahagiaan.

HUM : mewakili Kebijaksanaan, memurnikan agresi / kebencian dan suku kata ini diwakili oleh warna Hitam dengan simbol istadevata—Kualitas Welas Asih.


Berkenaan dengan mantra enam suku kata, Buddha Amitabha telah bersabda, “Siapa pun yang melafalkan enam suku kata sambil memutar roda dharma pada saat yang sama adalah sama nilainya dengan [melafalkan] ribuan Buddha.” Roda doa adalah alat yang sangat kuat untuk berdoa. Hal tersebut menumpuk pahala kebajikan dan membantu memurnikan rintangan kehidupan.


Cara Menggunakan Roda Doa

Hal-hal yang dilakukan dalam suatu sistem atau disiplin selalu membuahkan hasil. Ada aturan tertentu yang harus dipatuhi jika seseorang ingin menggunakan roda doa Buddhis sebagai sarana pemujaan. Menurut tradisi dan aturan, roda doa Buddhis harus selalu diputar searah jarum jam dengan konsentrasi penuh dari tubuh, ucapan dan pikiran. Kegiatan ini sangat mudah dilakukan, makna dan prinsip-prinsipnya otentik dan manfaatnya besar. Memutar roda doa Buddhis tidak membutuhkan
banyak kekuatan fisik dan banyak pengulangan.


Memutar roda doa Buddhis dikatakan menghasilkan pahala dan manfaat yang sama dengan yang diperoleh setelah pembacaan mantra dalam ratusan dan ribuan kali. Diyakini secara luas bahwa para makhluk suci dan pelindung dharma secara otomatis membantu kita ketika kita memutar roda doa Buddhis mengikuti aturannya.


Kapan Menggunakan Roda Doa

Waktu tertentu untuk memutar roda doa sebenarnya tidak ditentukan, tetapi seseorang dapat memutar roda doa kapan saja selama meditasi hariannya atau selama pengulangan mantra atau selama ketika beberapa latihan spiritual dilakukan. Misalnya, Chenrezig, sutra hati, pujian terhadap dua belas aktivitas bajik Sang Buddha dan sebagainya. Tetapi roda doa tidak diperkenankan diputar ketika seorang Lama menyampaikan pembabaran Dharma atau saat mengajar. Roda doa juga dapat diputar ketika mengelilingi sebuah stupa dan bahkan ketika Anda sedang menonton TV, mendengarkan musik atau membaca buku bersama dengan semua pekerjaan harian Anda yang lain.

Sumber : www.himalayacrafts.com